Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina meminta dengan amat sangat agar pemerintah tidak bersikap konyol untuk tetap memaksakan perberlakuan kebijakan the new normal life di tengah masih tingginya penyebaran virus Corona atau Covid-19 ini.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini melihat, kondisi masyarakat dan juga kesiapan pemerintah belum memadai untuk menggelar kebijakan the new normal life itu.
“Please, tolong ditimbang matang-matang. Jangan konyol. Jangan seperti di kebun binatang. Kalau di kebun binatang itu kan yang kuat yang menang dan bisa bertahan. Masyarakat kita ini kan kebanyakan belum siap. Please, jangan korbankan masyarakat kita,” tutur Arzeti Bilbina, Sabtu (30/05/2020).
Arzeti menyoroti khusus rencana Tahun Ajaran Baru Sekolah. Menurut Arzeti, tidak bisa terbayangkan, akan sangat banyak anak-anak sekolah menjadi korban keganasan virus Corona. Sebab, bicara sekolah hendak diberlakukan sebagaimana normalnya, pastilah akan sangat mengancam nyawa bagi anak-anak murid.
“Jumlahnya itu puluhan ribu loh. Puluhan ribu anak-anak sekolah SD, SMP dan SMA. Mereka sangat rentan terkena sebaran virus Corona. Kasihan sekali anak-anak kita,” ujar Arzeti.
Anak-anak sekolah, lanjutnya, tidak akan bisa diperlakukan layaknya seperti orang-orang dewasa yang sudah mengerti mencegah penyebaran pandemic virus Corona. Mereka suka berkumpul, bermain, berlari-larian, berkeringat, ngelendot dengan orang tua masing-masing ketika diantar dan dijemput.
Belum lagi, kata Arzeti, tidak semua keluarga memiliki kendaraan pribadi yang mengantar anak-anak sekolah untuk belajar ke sekolah-sekolah mereka.
“Saya membayangkan, setiap jam 7 pagi, ada antrian panjang orang-orang tua murid mengantarkan anak-anak mereka di pintu masuk ke sekolah. Bagaimana anak-anak itu ada yang merengek atau bergelayutan dengan orang tuanya, dan juga bercanda dengan teman-temannya. Ini kondisi yang harus diwaspadai, sebab kita tak tahu ada dimana dan kapan virus Corona itu hinggap,” jelas Arzeti.
Hal yang sama juga terjadi di pondok-pondok pesantren. Menurut Arzeti, ada puluhan ribu anak sekolah yang tinggal, hidup dan belajar di pondok-pondok pesantren yang tersebar di berbagai penjuru Tanah Air.
“Bagaimana nasib mereka? Hal yang sama dan sangat rentan terjadi,” ucapnya.
Politisi PKB dari Dapil Jawa Timur I ini mengibaratkan kondisi pandemic Covid-19 ini bagaim perlombaan dua jenis kapal yang berlayar mengarungi lautan berombak besar. Satu kapal besar yang lengkap dengan sarana dan prasarana serta perlatan memadai dan canggih-canggih.
Sedangkan satu lagi adalah sampan kecil, yang diisi oleh jutaan manusia yang tidak memiliki kelengkapan peralatan dan sarana prasarana. Ketika ombak besar datang, maka kapal kecil atau sampan itu akan segera tergulung ombak besar dan mati. Karam.
“Lalu, jikalau kebijakan new normal itu diterapkan, bagaimana nasib kita masyarakat yang jumlahnya banyak di kapal kecil atau sampan ini? Pasti digulung ombak besar kan,” ucapnya.
Di sektor buruh, lanjut Arzeti, hal yang sama juga terjadi. Dia belum melihat adanya keseriusan untuk mempersiapkan buruh bisa bekerja dengan tingkat keamanan dan kesiapan menghadapi Covid-19.
Begitu juga dengan regulasi di sektor perburuhan, lanjutnya lagi, belum ada aturan atau protokol perburuhan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
“Misalnya, belum ada ketentuan berapa orang buruh bisa bekerja di dalam satu ruangan. Berapa jumlah buruh yang bisa bekerja di dalam satu pabrik. Ini belum ada. Belum ada juga perlengkapan dan kesiapan buruh menghadapi Covid-19. Ini kan berbahaya bagi pekerja jika new normal diterapkan,” tutur Arzeti.
Sedangkan dari sisi kesiapan kesehatan dan perangkatnya, dikatakan Arzeti, Indonesia termasuk lamban dan lemah untuk melakukan antisipasi. Uji rapid test massal yang seharusnya bisa dilakukan, ternyata belum terlaksana.
Arzeti mencoba membandingkan kondisi Indonesia dengan Negara lain yang lebih cepat dan tanggap melakukan antisipasi berupa pencegahan penyebaran Covid-19.
“Kalau di Negara lain kan, mereka melakukan rapid test massal, sehingga mereka cepat mengetahui warganya yang harus segera diantisipasi mengidap Covid-19. Di kita, belum terlaksana rapid test massal itu,” jelasnya.
Memang, katanya lagi, Indonesia sudah memiliki Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, ada rumah sakit untuk isolasi pengidap Covid-19, ada bantuan-bantuan sosial, dan juga kesiapan TNI dan Polri menegakkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akan tetapi, semua itu belumlah memadai.
“Terimakasih kepada TNI dan Polri yang menjadi salah satu tulang punggung penanganan Covid-19 ini. Kerja-kerja mereka yang cepat dan tegas sangat kita butuhkan. Namun, tak cukup hanya itu,” jelas Arzeti.
Arzeti menyampaikan, DPR sendiri, terutama Komisi IX masih akan mengagendakan Rapat Kerja dengan Kementerian dan Lembaga terkait sekitar tanggal 14 Juni 2020. Sedangkan Tahun Ajaran Baru sudah dimulai pada 13 Juni 2020.
Arzeti mengharapkan, adanya pertimbangan yang matang dan kesiapan semua perangkat, jika memang akan menerapkan the new normal life.
Semua sektor, lanjutnya, harus sudah benar-benar siap. Semua perangkat, sarana dan prasarana mestinya sudah terpenuhi, agar bisa menjalankan new normal life.
Jika itu belum siap, kata Arzeti, sebaiknya ditunda saja pelaksanaan kebijakan new normal life itu.
“Salah satu tawaran kita, kami meminta pemerintah memastikan apakah sudah punya system yang kuat, apakah pemerintah sudah memiliki sarana dan prasarana yang kuat dan memadai, untuk melindungi seluruh masyarakat kita? Apakah sudah bisa bertindak cepat dan cekatan jika terjadi penyebaran Covid-19? Ini semua yang harus juga kita pastikan terlebih dahulu,” tuturnya.
Dia menambahkan, jika memang belum siap, hendaknya jangan memaksakan kebijakan new normal life. “Sekali lagi, please, kita jangan konyol,” tandasnya.RAP
Plt. Bupati Simalungun Lakukan Koordinasi di Kecamatan Panei
Simalungun/CentraljNews.Com Memasuki tahun akhir memimpin Pemerintah Kabupaten Simalungun tahun 2024, Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Simalungun, H. Zonny Waldi terus menggenjot...
Read more