Meskipun Indonesia juga dilanda pandemi Virus Corona atau Covid-19, dan banyak tata cara baru yang harus diikuti, seharusnya Pancasila hadir sebagai solusi atas persoalan-persoalan bangsa.
Salah satu tantangan yang hampir tak dilakukan oleh Indonesia dari nilai-nilai Pancasila pada saat ini, adalah gotong royong. Hal itu disampaikan Pengamat Politik Guandong University Panji Prasetyo saat menjadi pembicara pada Diskusi Publik Webinar Pancasila The Series I, Senin (01/06/2020).
“Gotong royong, adalah salah satu nilai dasar yang terdapat pada Pancasila. Dan gotong royong sudah dipraktekkan oleh semua suku bangsa di Indonesia. Itu yang harus dilakukan lagi dalam menghadapi pandemi Covid-19,” tutur Panji Prasetyo.
Tak bisa dipungkiri, lanjutnya, pandemi Covid-19 ini telah mengubah pola hidup manusia dan masyarakat. Bahkan, nilai-nilai pun bisa berubah. Saat ini, manusia mengandalkan teknologi digital.
“Hal itu bisa menyebabkan manusia menjadi kurang aware dengan sosialnya. Di sinilah salah satunya, Pancasila yang memiliki nilai gotong royong harus bisa diaplikasikan dalam persoalan yang dihadapi,” ujar Panji.
Panji menyampaikan, di setiap situasi dan tantangan apapun, kondisi global tetap saling berpengaruh dan saling berkaitan. Tak beda dengan situasi pandemic yang terjadi saat ini.
Kini, bertepatan dengan Bulan Pancasila, yang ditandai dengan peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni, lanjutnya, munculnya isu komunisme dan rasialisme di tengah Covid-19, tak perlu ditanggapi berlebihan.
“Sebab, itu hanya isu. Sebetulnya di Indonesia, komunisme itu sudah tak ada. Yang ada hanya isunya. Sampai kapan pun, isu komunisme memang akan selalu saja muncul dari masa ke masa. Sebab, itu ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan,” jelas Panji Prasetyo.
Pada setiap masa, katanya lagi, Pancasila sebagai ideology Indonesia, bisa menghadapinya. Ideologi, lanjut Panji, mampu mendeteksi persoalan-persoalan yang terjadi, dan menjadi solusi atas persoalan-persoalan itu.
“Ideologi, mestinya mampu menjawab perkembangan jaman. Selain itu, ideology mesti aplikatif dalam menjawab ppersoalan-persoalan yang ada. Dan gotong royong salah satu aplikasi ideology yang ada di Pancasila itu,” ujarnya.
Sementara, Pengamat Politik Moscow University Alexander Spinoza mengatakan, Pemerintah yang berkuasa seringkali tidak melaksanakan Pancasila itu sendiri. Atau malah mempergunakan Pancasila untuk menghabisi rakyat, dalam berbagai cara.
“Seringkali Pancasila yang dipaksakan menurut versi penguasa saat itu saja. Maka, Pancasila perlu terus dikawal dan diamankan, agar tidak mati di ujung jamannya,” tutur Alexander Spinoza.
Alumni aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini mangatakan, sering kali sebuah ideologi Negara bangsa, seperti Pancasila di Indonesia, dimanipulasi dengan kepentingan. Sehingga, masyarakat dan generasi bangsa menjadi skeptis.
Alex mengatakan, sebagai pandangan hidup, sebagai ideologi, Pancasila terakumulasi dari nilai-nilai universal yang sejak jaman nenek moyang manusia sudah dilakukan. Karena itu, hendaklah Pancasila juga terus diimplementasikan dalam setiap tantangan jaman.
Dia mengatakan, di Indonesia, hampir semua lembaga dan semua partai politik juga berlandaskan Pancasila. Namun, seringkali hanya dijadikan pajangan semata.
Kesalahan terbesar dalam proses implementasi Pancasila itu ada pada penguasa. Padahal, di Indonesia kini juga sudah ada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Namun, nampaknya Pancasila selalu berada dalam ancaman dan intoleransi.
Karena itu, Alex juga menyatakan, niat Pemerintah dan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tidak ada gunanya.
“RUU HIP itu tidak perlu. Sebab, masyarakat sendiri memiliki Pancasila. Itu yang harusnya terus dipelihara dan dikembangkan untuk menjawab tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia. Pembahasan RUU HIP, hanyalah jadi ajang kepentingan yang tak jelas oleh elit-elit dan kaum oligarki semata,” tandas Alexander Spinoza.
Sementara, Teolog dari Sekolah Tinggi Teologia Huria Kristen Batak Protestan (STT HKBP) Nommensen Pematangsiantar, Pdt Saut Hamonangan Sirait saat menjadi salah seorang pembicara dalam Webinar Serial Pancasila dalam rangka Hari Lahir Pancasila 1 Juni bertajuk Seberapa Pancasilais Lo? pada Senin, 01 Juni 2020 itu menyampaikan, Pancasila sebagai ideology Negara memiliki nilai-nilai universal yang juga terdapat pada masing-masing agama yang berbeda.
“Setiap agama, pasti tidak ada Tuhannya untuk membunuh CiptaanNYA. Pancasila juga memiliki nilai-nilai universal itu. Pancasila terus berkembang dan menghadapi persoalan-persoalan hingga saat ini. Jika sebelum-sebelumnya Indonesia sudah mampu melewati persoalan perbedaan suku dan kewilayahan, kini yang sering muncul belakangan ini adalah adanya sektarianisme berbalut agama,” tutur Pdt Saut Hamonangan Sirait.
Mantan Komisioner KPU ini menyampaikan, untuk merawat dan mempertahankan Pancasila yang seringkali dibajak oleh kelompok atau elit-elit tertentu, maka para tokoh agama dari lintas agama yang beragam dan lintas organisasi, perlu menyemaikan nilai-nilai universal yang terkandung di dalam Pancasila itu secara bersama-sama dan simultan. Melakukan diskursus-diskursus publik yang berguna bagi penanaman nilai, pemahaman dan pengalaman tentang Pancasila itu sendiri dari setiap generasi ke generasi.
“Jangan terjebak dengan meributi tata cara orang beribadah, sudah ada norma-norma yang mengatur tata cara masing-masing agama dalam beribadah. Kini, semua agama hendaknya ngomongin Pancasila secara bersama-sama. Membangun ikatan kebersamaan sebagai anak-anak bangsa yang berdiri pada nilai-nilai universal yang juga terdapat pada masing-masing agama,” jelas Pdt Saut Hamonangan Sirait.
Pdt Saut Hamonangan Sirait melihat, belakangan ini, agama-agama yang ada di Indonesia tumbuh menjadi industri. Agama juga seringkali ditempatkan pada getho-getho besar, tampil dengan segala cabang-cabangnya. Dan juga ditji opang oleh media.
“Yang ujung-ujungnya juga dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan politik tertentu,” ujarnya.
Mantan Ketua Umum DPP Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) ini menyampaikan, ritual-ritual keagamaan itu, hendaknya berkontekstualisasi yang baru, dengan mutual trust yang berkualitas. Maka sangat diperlukan kerjasama yanag bermutu. Dan itu sangat mungkin dilakukan.
Jika ada oligarki ataupun elit yang mengkooptasi Pancasila, dan membenturkannya secara sepihak dengan nilai-nilai agama, lanjut Pdt Saut Sirait, maka semua pihak layak perlu meluruskan.
“Elit-elit perlu disadarkan. Elit-elit perlu dihardik,” katanya.
Kemudian, peran lembaga-lembaga atau institusi-institusi harus nyata. Sebab, lembaga-lembaga yang dimaksud harus mengurusi hal-hal yang fundamental, yakni Pancasila. Tanpa agenda-agenda terselubung yang merusak nilai universal, maka Pancasila akan begitu indah.
“Pancasila itu begitu indah, tanpa agenda ekonomis, tanpa agenda politis, tanpa kepentingan sempit,” ujarnya.
Diskusi Publik Webinar Pancasila The Series, dengan tema pertama, Seberapa Pancasilais Sih Lo? Itu digelar oleh sejumlah aktivis dan lembaga, seperti Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI), Relawan Perjuangan Demokrasi Provinsi DKI Jakarta (Repdem DKI Jakarta), Forum Pemuda Kalimantan Tengah (Forpeka), Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Jakarta Barat, Barisan Rakyat 1 Juni (Barak 106), Jaringan Aktivis Indonesia (Jarak Indonesia), Akar Muda Beringin (AMB), Epicentra Strategic dan Sinar Keadilan.
Webinar Pancasila The Series pertama ini menghadirkan tiga pembicara, yakni Teolog yang merupakan Dosen STT HKBP Nomensen Pematangsiantar Pdt Saut Hamonangan Sirait, Pengamat Politik Moscow University Alexander Spinoza dan Pengamat Politik Guandong University Panji Prasetyo.
Webinar diisi hantaran dari Ketua Dewan Pimpinan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) Jhon Roy P Siregar, dengan host Novia Adventy Juran yang merupakan founder Forum Pemuda Kalimantan Tengah (Forpeka). Diskusi diikuti berbagai kalangan dari berbagai daerah.
Ketua Barisan Rakyat 1 Juni (Barak 106) Martin Laurel Siahaan menyampaikan, gerakan ini sebagai salah satu upaya membumikan kembali Pancasila di masyarakat. Dengan tetap memfokuskan pada upaya menjadikan Pancasila sebagai solusi atas persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara, termasuk solusi menghadapi pandemi virus Corona atau Covid-19.
“Dengan semangat gotong royong yang terkandung dalam Pancasila. Diskusi webinar Pancasila The Series masih terus berlanjut. Sejumlah topik dan tema-tema actual yang harus diulas dengan Pancasila. Untuk selanjutnya melakukan aksi konkrit dari semua elemen masyarakat. Mari semua kelompok, lintas generasi, lintas organisasi, lintas agama, bergotong royong dan membumikan Pancasila kita,” tutur Martin Laurel Siahaan.RAP
Kapolres Pimpin Upacara Kirab Api PON XXI Aceh-Sumut 2024, Disambut Meriah di Kabupaten Simalungun
Simalungun/CentraljNews.Com Kirab Api Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024 resmi tiba di Kabupaten Simalungun, Senin (2/9/2024). Prosesi penyambutan berlangsung...
Read more