Penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis ukuran usia lebih tua, membuktikan pendidikan di Indonesia sudah menjadi ajang bisnis dan berpihak kepada orang-orang kaya saja.
Hal itu ditegaskan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) Jhon Roy P Siregar menyikapi adanya pemaksaan melaksanakan aturan zonasi PPDB yang menekankan adanya usia yang lebih tua bagi calon anak didik yang boleh bersekolah di Sekolah Negeri.
Khususnya di Provinsi DKI Jakarta, menurut Jhon Roy P Siregar, penerapan kebijakan itu adalah kedunguan yang disengaja oleh Negara melalui penyelenggara Pendidikan di Indonesia.
“Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menekankan embel-embel soal usia lebih tua bagi calon anak didik untuk bersekolah di Sekolah Negeri, membuktikan penyelenggara Pendidikan kian dungu, dan turut memaksa masyarakat untuk dungu. Ini juga sebagai bukti, pendidikan sudah menjadi ajang bisnis yang hanya berpihak kepada orang-orang kaya saja,” tutur Jhon Roy P Siregar, di Jakarta, Selasa (30/06/2020).
Mantan fungsionaris Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) ini menegaskan, tujuan pendidikan yang tertera di dalam konstitusi Negara Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah dimanipulasi dan diselewengkan oleh penyelenggara pendidikan.
Bagaimana pun, lanjut Siregar, adalah kewajiban Negara untuk memberikan pendidikan yang bermutu dan berpihak kepada rakyat. Namun dengan adanya Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis ukuran usia lebih tua, lanjutnya, anak-anak yang kurang beruntung dari sisi ekonomi, sudah tidak akan mempu meraih cita-citanya melalui sekolah di sekolah-sekolah negeri.
“Di Provinsi DKI Jakarta ini, Kepala Dinas Pendidikannya hendak memaksakan kehendaknya, agar calon anak-anak didik dari keluarga miskin dan kurang mampu secara ekonomi untuk bersekolah di sekolah-sekolah swasta. Kita tahu sendiri, biaya sekolah di sekolah-sekolah swasta di Jakarta ini sangat tinggi. Mahal. Tidak akan sanggup para orang tua yang ekonominya pas-pasan untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah swasta,” bebernya.
Bukannya akan menyekolahkan anak-anak mereka disekolah-sekolah swasta, lanjut Siregar, para orang tua calon murid dari keluarga miskin malah akan meminta anak-anaknya untuk tidak sekolah atau memilih untuk putus sekolah saja.
“Apalagi sedang didera dampak buruk perekonomian di masa pandemi Covid-19 ini, perekonomian terpuruk. Tak ada uang untuk menyekolahkan anak-anak disekolah swasta. Ini membuktikan, penyelenggara pendidikan sudah tak mau tahu dan memang sudah lebih mengabdi kepada pendidikan yang melayani orang-orang kaya saja. Itu sekolah negeri loh. Sekolah milik pemerintah. Apalagi sekolah swasta, pasti mengeruk uang sebesar-besarnya,” tutur Jhon Roy P Siregar.
Siregar juga mengkritisi para anggota DPR dan DPRD yang tampak tidak peduli dengan pola pendidikan yang sudah menjajah rakyat demi bisnis. Seharusnya, menurut Siregar, para anggota DPRD dan DPR menyatakan menghentikan tata cara PPDB yang bermasalah itu.
“Jika pemerintah tak peduli dengan jeritan rakyat yang sedang kesusahan, dan juga anggota DPRD dan DPR pun tutup telinga terhadap persoalan ini, lalu buat apa para pencundang itu dipelihara di Negara ini?” ujarnya.
Jhon Roy P Siregar juga meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan segera mengevaluasi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan menggantinya dengan pejabat yang pro pada pendidikan rakyat.
Demikian pula, lanjutnya, kepada Presiden Republik Indonesia, agar mengganti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, yang terkenal mengandalkan segala sesuatunya dihitung dengan fulus dan dunia pendidikan Indonesia kini dijadikan ajang bisnis saja.
“Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta harus segera dievaluasi. Jangan biarkan berlarut-larut. Demikian pula Mendikbud, harus dievaluasi oleh Presiden. Copot saja mereka-mereka itu. Hanya memikirkan uang, uang, uang dan uang. Ingat, akar dari segala kejahatan adalah cinta akan uang. Tak layak pejabat-pejabat seperti itu mengelola pendidikan Indonesia,” tandas Jhon Roy P Siregar.Ra5N