Masyarakat di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar aksi penolakan terhadap pemberian ijin bagi perusahaan hidrometalurgi untuk membuang limbah tailing ke laut.
Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Aliansi Peduli Laut Morowali dengan tegas menyatakan penolakan terhadap pemberian ijin yang dilakukan pemerintah itu.
Koordinator Lapangan Aliansi Peduli Laut Morowali, Moh.Taufik mengatakan, rencana pemerintah untuk mengijinkan sejumlah perusahaan hidrometalurgi untuk membuang limbah tailing ke laut dalam, melalui Proyek Deep Sea Tailing Placement akan memperburuk kerusakan ruang hidup masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang selama ini telah di porak-porandakan oleh industri ekstraktif.
Kerusakan parah akibat industri ekstraktif seperti pertambangan yang telah belasan tahun dan terus berlangsung, terutama di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tak terkecuali di wilayah Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, bukannya mulai dihentikan dan dipulihkan, malah justru dibebankan lagi dengan rencana pembuangan limbah tailing oleh sejumlah perusahaan yang proses perizinannya tengah diurus pemerintah daerah dan pusat.
Moh.Taufik menegaskan, rencana pemerintah untuk mengijinkan sejumlah perusahaan membuang limbah tailing di laut Morowali itu, tak sesuai dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sebagaimana diamanatkan dalam Perda Nomor 10 Tahun 2017 tentang RZWP3K Provinsi Sulawesi Tengah.
“Perda RZWP3K ini yang menjadi dasar untuk pengambilan keputusan dalam setiap pemanfaatan wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil di Sulawesi Tengah, termasuk ijin pemanfaatan ruang laut yang menjadi kewenangan gubernur Sulawesi Tengah,” ujar Moh.Taufik, Kamis (02/07/2020).
Moh.Taufik merinci, adapun perusahaan-perusahaan itu antara lain, PT QMB New Energy Material, PT Sulawesi Cahaya Mineral, dan PT Huayue Nickel Cobalt di Morowali. Sementara di Kepulauan Obi, Maluku Utara, yakni PT Trimegah Bangun Persada.
Di balik rencana pemerintah tersebut, tentu terdapat sejumlah risiko buruk bagi masyarakat, lingkungan, dan terutama ekosistem laut. Apalagi, Morowali termasuk coral triangle, yaitu kawasan perairan di barat Samudera Pasifik, termasuk Indonesia, yang mengandung keragaman spesies yang sangat tinggi.
“Hampir 600 spesies terumbu karang dan menjadi penompang biota laut di sekitarnya. Ekosistem sekaya ini menjadi habitat bagi banyak biota laut, termasuk ikan yang ditangkap oleh nelayan,” jelasnya.
Kandungan logam berbahaya, lanjutnya, sekalipun memenuhi baku mutu, akan terakumulasi dalam tubuh biota laut, tak terkecuali jenis-jenis pangan laut seperti ikan, hasil tangkapan nelayan.
Maka, risiko buruk berikutnya akan menimpa para konsumen pangan laut di seluruh Morowali, Morowali Utara, dan sekitarnya.
Terumbu karang yang juga berperan dalam menyerap karbon dioksida di atmosfir akan terpengaruh dan berdampak pada keseimbangan iklim lewat emisi gas karbon.
“Praktik pembuangan limbah tailing ke laut akan membuat keberlangsungan lingkungan laut berada di ujung tanduk,” imbuh Moh.Taufik.
Untuk itu, Aliansi Peduli Laut Morowali yang terdiri dari PBHR, AEER, LBH CAatur Bhakti Palu, IPPMD Palu, JATAM Sulteng, KIARA Sulteng, YTM, IP2MM, STN Sulteng, SP Palu, KPA Sulteng, BWIO Sulteng, menyatakan penolakannya atas ijin pembuangan limbah tailing itu ke laut dalam.
“Kami menolak rencana pembuangan limbah tailing ke Laut Morowali,” cetusnya. Aliansi juga mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk membatalkan bahkan mencabut ijin perusahaan yang membuang limbah tailing ke Laut Morowali.
“Kami mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk tidak mengeluarkan izin apapun untuk rencana pembuangan limbah tailing ke laut bagi seluruh perushaaan yang tengah mengajukan ijin,” tandas Moh.Taufik.Ra5n
Berikan Komentar