Para orangtua murid di DKI Jakarta yang tergabung dalam Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan tetap meminta pembatalan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 yang menekankan batas usia, yang mana calon siswa yang berusia lebih tua diprioritaskan masuk ke Sekolah Negeri.
Juru bicara Orangtua Murid Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan, Lydia Lytafatma menyampaikan para orang tua murid di Jakarta akan terus protes dan meminta pembatalan pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) itu.
“Kami mau ketemu langsung Bapak Presiden Joko Widodo dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk meminta pembatalan PPDB ini,” tutur Lydia Lytafatma di Jakarta, Rabu (01/07/2020).
Lidya menerangkan, para orang tua murid sudah melakukan protes ke kantor Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dan ke kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Jakarta, namun tidak juga digubris. Penerapan PPDB berbasis usia lebih tua tetap dilaksanakan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.
“Kami para orangtua murid di Jakarta dari Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan protes dan menolak dilaksanakannya PPDB yang menekankan batas usia. Apalagi yang diperbolehkan masuk sekolah negeri adalah anak yang usianya lebih tua,” lanjut Lidya.
Menurutnya, jika harus tetap menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan anak didik ke sekolah negeri, apalagi dengan adanya ketentuan batas usia, akan membuat anak-anak yang sudah dinyatakan lulus dan dari tingkat sekolah dibawahnya akan terhenti belajar di sekolah-sekolah negeri.
“Akan ada ribuan anak-anak kita yang tak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah-sekolah negeri. Kami meminta, harus ada jalan keluar untuk anak-anak yang tidak dapat bersekolah. Karena saat ini, tidak mampu mencari sekolah swasta, dikarenakan kondisi yang sedang sulit,” jelasnya.
Menurut Lidya, boleh saja aturan PPDB diterapkan, namun perlu sosialisasi terlebih dahulu. Sehingga, orangtua yang anaknya usia muda bisa menabung dulu supaya bisa mengumpulkan biaya untuk sekolah di sekolah swasta.
“Bukan di saat sulit seperti saat ini. Yang secara ekonomi semuanya sedang terpuruk. Apalagi psikologis anak yang sudah merindukan masuk sekolah. Jadi, kami meminta pelaksanaan PPDB ini dibatalkan saja,” protesnya.
Atas persoalan ini, katanya, pihak orangtua murid di Jakarta sudah melakukan protes. “Kami melakukan protes. Demo ke kantor Gubernur di Balaikota. Unjuk rasa ke kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kami juga sudah melaporkan ke Ombudsman. Juga sudah ke DPRD. Kami sudah menghadiri pertemua antara Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan DPRD. Bahkan kami sudah ke Komnas Perlindungan Anak. Tetapi tidak didengarkan,” bebernya.
Bukan hanya para orangtua yang protes, para siswa calon murid sekolah negeri yang terhambat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Negeri juga protes.
“Anak-anak kami sudah mengajukan protes juga. Ada yang membuat keluhannya lewat youtube dan berbagai sarana protes. Kapan keluhan dan protes kami para orang tua murid ini akan didengarkan oleh Pemerintah? Sampai sekarang pemerintah tetap memaksakan pelaksanaan PPDB dengan kriteria batasan usia itu,” jelasnya.
Protes yang diajukan, agar PPDB berdasarkan batasan usia untuk masuk ke Sekolah Negeri itu dibatalkan saja.
“Mengenai usia itu tidak perlu ada batasan, masa yang lebih tua yang diutamakan? Misalnya, usia 20 tahun, secara psikologis tidak sehat. Bila berada di tengah-tengah anak usia 15-16 tahun. Karena pemikiran mereka itu sudah berbeda. Lagi pula, kan sudah ada disiapkan jalur Kejar Paket ABC untuk anak-anak usia seperti itu yang lebih tua,” katanya.
Nyatanya, di Provinsi DKI Jakarta seleksi anak masuk sekolah negeri itu malah kriteria usia yang diutamakan. Lidya mengatakan, seleksi dihitung jarak tempat tinggal anak ke sekolah, jadi tujuannya, Kementerian menetapkan zonasi supaya mendekatkan anak ke lokasi sekolahnya.
“Bukan malah jadi urusan usia yang lebih tua yang diutamakan. Saat ini, seleksi zonasi sedang berlangsung. Dan masih kriteria usia yang paling ditekankan. Kok faktor usia yang jadi penetu anak-anak masuk ke Sekolah Negeri sih,” protesnya lagi.
Misalnya, Lidya memiliki anak usianya kini 14 tahun 10 bulan. Anaknya tidak lolos di zonasi seperti perkiraan sebelumnya. “Hanya karena usianya kurang beberapa bulan. Padahal anak saya berprestasi dan nilainya bagus,” ujarnya. Karena itu, katanya para orangtua meminta untuk bertemu saja dengan Presiden Joko Widodo dan Mendikbud.
“Jika suara kami tidak dipedulikan DPRD, tidak dipedulikan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, maka kami minta kami mau ketemu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan kami mau ketemu Bapak Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan permasalahan yang kami hadapi ini. Tolong kami dibantu untuk bertemu,” tandas Lidya.
Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta menuai berbagai reaksi karena adanya prioritas bagi siswa yang berusia lebih tua. Dengan mekanisme jalur zonasi, ada yang menilai bahwa seharusnya seleksi dilakukan berdasarkan jarak.
Namun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana menegaskan, PPDB DKI tetap akan memakai seleksi umur. Nahdiana menjelaskan, tempat tinggal atau domisili calon peserta didik harus berada dalam zona yang telah ditetapkan pada Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.
Jika jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung maka selanjutnya dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah dan waktu mendaftar.
Nahdiana menegaskan, PPDB tahun ajaran 2020/2021 tetap akan dilanjutkan dengan syarat sesuai dalam SK Kepala Dinas Pendidikan Nomor 501 Tahun 2020. Pihaknya ngotot tak akan mengubah aturan, meski sebelumnya diprotes orangtua calon siswa karena jalur zonasi memprioritaskan usia dibanding jarak.
Ia menyebutkan, PPDB baru akan dievaluasi setelah proses penerimaan tahun ini selesai. Hal itu diungkapkan Nahdiana setelah menggelar rapat dengan Komisi E, orangtua murid, Dinas Pendidikan DKI di Gedung DPRD DKI Jakarta.
“Untuk kami sudah menjadwalkan. Dinas Pendidikan itu membawahi seluruh anak-anak. Jadi kami akan lanjut dengan proses besok hari. Nanti akan dilakukan evaluasi setelah proses ini selesai,” ucap Nahdiana dalam rekaman yang diterima dari Humas DPRD DKI, Rabu (24/6).
Menurut Nahdiana, proses PPDB tahun ini tetap disesuaikan dengan petunjuk teknis (juknis) yang sudah ada. Ia yakin dalam petunjuk teknis (juknis) yang sudah ditetapkan Disdik DKI tahun ini telah sesuai dengan keperluan.
“Dengan sistem ini kami menyatakan ini mengakomodir seluruh lapisan. Karena Anda tadi sudah lihat bahwa ada jalur afirmasi, zonasi, prestasi, dan secara persentase semua,” ujarnya.
Nahdiana pun mengungkapkan bahwa syarat usia digunakan karena mutlak dan tidak bisa diintervensi. Sedangkan kalau nilai tergantung pada siapa yang mendapatkan pembelajaran lebih baik.
“Kami memakai usia ini karena memang usia ini variabel yang netral yang enggak bisa diintervensi apapun. Kalau misalkan nilai, berarti siapa yang ditreat baik, siapa yang dilakukan proses itu baik merekalah yang akan leading,” ujarnya.
Di sisi lain Nahdiana juga mengungkapkan bahwa hanya 32,93 persen siswa SMP yang bisa diterima di SMA dan SMK Negeri pada tahun ajaran 2020/2021.
Hal ini berdasarkan daya tampung SMA Negeri di Jakarta pada PPDB tahun ajaran 2020/2021 sebanyak 28.428. Sedangkan daya tampung untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri sebanyak 19.182.
Dengan demikian daya tampung secara keseluruhan di sekolah negeri SMA dan SMK di DKI Jakarta adalah 47.610. Sedangkan siswa SMP yang bakal lulus baik swasta maupun negeri sebanyak 153.016.
Nahdiana menuturkan, dari jumlah tersebut maka sebagian siswa lulusan SMP harus masuk ke sekolah swasta karena terbatasnya daya tampung di sekolah negeri.
“Tapi kalau bicara masuk negeri, kemampuan negeri itu sudah dilihat 30 persen dan 22 persen, itu yang akan dilakukan seleksi. Jadi mau apapun bentuk seleksinya, pasti ada yang harus sekolah di swasta,” ujar Nahdiana.
Adapun daya tampung untuk SMA Swasta di DKI sebanyak 35.244 dan SMK Swasta sebesar 71.388. Jika ditotalkan sebesar 106.632.
Meski demikian, Nahdiana menjamin semua siswa di DKI bakal tertampung di sekolah baik negeri maupun swasta.
“Ada surat instruksi yang kami keluarkan pada tanggal 5 Mei, untuk kesiapan tahun ajaran baru memastikan tidak ada lulusan yang tidak bisa sekolah. Kalau soal daya tampung, ketika bicara sekolah negeri dan swasta, antara daya tampung dengan lulusan, lebih besar daya tampung. Jadi kan tidak ada anak yang tidak sekolah,” jelasnya.RAP