Nampaknya belum ada upaya ter-sistematis, masif dan terukur yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan aparaturnya untuk menangani pandemi Virus Corona atau Covid-19.
Soalnya, sehari-hari masyarakat hanya disuguhi kesimpang-siuran informasi dan aksi-aksi sporadis semata.
Pembagian bantuan-bantuan dengan berbagai bentuk, yang diinisiasi pemerintah tak mampu mengatasi persoalan riil yang dihadapi warga. Tidak juga mampu menurunkan sebaran virus corona di Tanah Air.
Selain itu, masyarakat kian mengalami keterasingan dengan sejumlah aksi sporadis bagi-bagi sembako, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program-program bantuan sosial lainnya yang dilakukan pemerintah.
Di sisi lain, kondisi keterpurukan kian jauh dialami masyarakat Indonesia. Dunia usaha dan industri mengalami kondisi mati suri. Buruh dan pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan. Tak sedikit usaha yang jatuh, nyungsep.
Sementara, kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah pun tak kunjung sinkron dengan persoalan yang dialami Bangsa dan Rakyat Indonesia.
Hal itu terangkum dari hasil diskusi 6 Pimpinan Organisasi Kepemudaan (OKP) DKI Jakarta dalam Webinar Gerakan Solidaritas Kemanusiaan Lintas OKP DKI Jakarta, dengan tema Era Baru: Adaptasi & Bersatu Mengahadapi Covid-19. Yang digelar pada Jumat, 22 Mei 2020, Pukul 15.00-17.00 WIB, Via Google Meet.
Lewat kegiatan ini, keenam Pimpinan OKP Lintas Agama di Provinsi DKI Jakarta, yakni Ketua Gerakan Angkatan Muda Kristen (GAMKI) DKI Jakarta Jhon Roy P Siregar, Ketua Pemuda Katolik DKI Jakarta Bondan Wicaksono, Sekretaris Wilayah Gerakan Pemuda Ansor (GP ANSOR) DKI Jakarta Dendy Zuhairil Finsa, Ketua Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (PERADAH) DKI Jakarta Novri, Ketua Pemuda Agama Konghucu Indonesia (PAKIN) DKI Jakarta Julius Sutawijaya dan Ketua Generasi Muda Buddhis Indonesia (GEMABUDHI) DKI Jakarta Aldo Irawan, mengajak semua pihak, terutama Pemerintah, untuk melakukan langkah dan antisipasi lanjutan Gelombang Kedua Serangan Virus Corona di Indonesia. Sebagaimana telah di-warning oleh Presiden Joko Widodo.
Dengan dimoderatori host Lulu Luciana Dita yang aktif di Gerakan Perempuan, para Pimpinan OKP Lintas Agama Provinsi DKI Jakarta berharap ada gerakan bersama dan sinergisitas pemerintah dengan segenap elemen masyarakat, untuk mengatasi pandemi Covid-19, beserta permasalahan turunannya di berbagai sektor.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen (GAMKI) DKI Jakarta Jhon Roy P Siregar menuturkan, semua pihak perlu melakukan langkah evaluatif terhadap penanggulangan penanganan pandemi Covid-19 yang telah berjalan beberapa bulan ini.
“Dari evaluasi kami, penanganan Covid-19 masih berlangsung sporadis. Padahal yang kita hadapi bersama adalah Virus Corona, yang secara kasat mata sulit dideteksi oleh kebanyakan warga masyarakat. Kita perlu mengevaluasi bersama sejauh mana langkah-langkah yang telah kita lakukan dan yang juga dilakukan oleh Pemerintah,” tutur Jhon Roy P Siregar.
Salah satu faktor yang hampir terluput, lanjut Siregar, untuk pengadaan Rapid Test ataupun Polymerase Chain Reaction (PCR) Test adalah salah satu langkah yang belum sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah.
“Padahal, dengan melakukan rapid test atau PCR test atau jenis test apapun untuk mendeteksi warga masyarakat dari sebaran Covid-19, adalah salah satu upaya untuk tetap melakukan aktivitas normal, seperti sediakala. Nah, ini belum terlaksana,” tuturnya.
Kemudian, dia menyarankan, warga masyarakat, pengusaha maupun buruh bisa tetap beraktivitas dan bekerja, dengan tetap melakukan protokol penanganan Covid-19.
“Jika sudah dilakukan test, aktivitas bisa kembali terjadi dengan tetap waspada dan tetap konsisten melakukan protokol penanganan Covid-19,” jelasnya.
Jhon Roy P Siregar melanjutkan, dunia usaha yang sudah hampir kolaps pun sudah tak betah dengan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Demikian pula dengan dunia kerja, ketenagakerjaan dan sektor buruh. Semuanya ingin beraktivitas normal kembali.
“Salah satu caranya ya dengan terlebih dahulu dilakukan rapid test massal kepada masyarakat. Dengan hasil test itu, nantinya akan tahu mengantisipasi yang mana saja yang perlu diprioritaskan untuk beraktivitas seperti sediakala. Dan untuk ini, Pemerintahlah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan test massal itu,” imbuhnya.
Kemudian, lanjutnya, pemerintah dan masyarakat jangan disibukkan dengan rebutan bantuan-bantuan sosial. Apalagi dengan pendistribusian yang tidak tepat sasaran, malah menimbulkan masalah baru yang lebih pelik.
Salah satu lagi yang mesti menjadi perhatian utama pemerintah, dikatakan Jhon Roy P Siregar, adalah mengupayakan pengadaan vaksin atau obat untuk menghalau sebaran Covid-19.
“Yang kita hadapi adalah virus corona. Maka sebaiknya juga ada upaya serius mencari vaksinnya. Anggaran yang besar perlu direalokasi juga untuk pengadaan vaksin itu. Jangan sibuk hanya jadi sembako dan BLT saja semua duit Negara ini,” bebernya.
Bicara konstribusi OKP dan masyarakat, lanjut Siregar, tanpa diperintahkan pun, masyarakat secara swadaya sejak awal sudah melakukan langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat.
Misal, membagikan sembako semampunya, membuka dapur umum, pengadaan sanitizer dan masker. Demikian pula dengan sosialisasi maupun informasi untuk social distancing, atau jaga jarak, serta Work From Home (WFH) sesuai anjuran pemerintah. Itu sejak awal sudah dilakukan masyarakat dan OKP.
“Langkah-langkah sporadis itu ternyata tak ampuh mengurai dan menyelesaikan masalah yang terjadi. Warga terpapar Covid-19 tetap meningkat kok. Karena itulah, pasca Hari Lebaran nanti, perlu evaluasi, untuk kemudian mengambil dan melakukan langkah-langkah yang terukur, sistematis dan massif,” tandas Jhon Roy P Siregar.
Dia berharap, setiap persoalan yang muncul tidak lantas dilemparkan pemerintah agar menjadi tanggung jawab masyarakat atau kelompok tertentu.
“Meskipun di tengah pandemi Covid-19 ini dianjurkan rajin cuci tangan, tetapi pemerintah janganlah cuci tangan dari persoalan-persoalan yang terjadi,” ujar Siregar.
Ketua Pemuda Katolik DKI Jakarta Bondan Wicaksono menyoroti pemberlakuan PSBB yang tidak efektif. Demikian pula kebijakan bantuan-bantuan sosial yang bermasalah.
“Tidak sinkron data di masyarakat dengan yang dilakukan pemerintah. Itu juga menjadi salah satu faktor tidak tertanganinya pandemi Covid-19 dengan baik,” tutur Bondan Wicaksono.
Sungguh aneh rasanya, kata dia, jika untuk kebutuhan Pemilu saja, data masyarakat bisa begitu cepat valid. Namun kok untuk urusan pembagian bansos dan penanganan Covid-19 malah amburadul.
Padahal, diakui Bondan Wicaksono, dari sejumlah kebijakan yang dilakukan pemerintah, sudah cukup bagus. “Akan tetapi di tataran eksekusi di lapangan, sangat banyak bermasalah,” ujarnya.
Bondan juga menyarankan, dalam menghadapi pandemi Covid-19, masyarakat perlu kreatif. Sebab, persoalan utama masyarakat di bawah pada akhirnya bermuara pada soal pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pangan dan kesehatan.
“Akhirnya kan soal pemenuhan makanan dan kesehatan yang paling banyak terjadi. Nah, cobalah kita kreatif juga, untuk melakukan upaya-upaya pemenuhan kebutuhan dasar itu di situasi yang masih pandemic Covid-19 ini. Misalnya dengan bercocok tanam atau bercocok tanam urban di daerah rumah, di perkotaan,” jelasnya.
Jika mengharapkan bantuan terus menerus, lanjut Bondan, OKP dan masyarakat pun takkan sanggup. Pemerintah pun akan sangat kewalahan menyediakan bantuan itu.
“Bisa-bisa boncos semua. Enggak sanggup kalau hanya sebar-sebar bantuan sembako terus menerus. Karena itu perlu dilakukan langkah-langkah kreatif,” ujar Bondan.
Soal sosialisasi dan membangun pemahaman menghadapi pandemi Covid-19, lanjut Bondan, hal itu memang sudah semestinya dilakukan oleh semua pihak, termasuk oleh OKP.
“Ya kita tetap dan harus melakukan sosialisasi penanganan itu,” ujarnya.
Sekretaris Wilayah Gerakan Pemuda Ansor (GP ANSOR) DKI Jakarta Dendy Zuhairil Finsa menyoroti simpangsiurnya kebijakan dan langkah yang dilakukan pemerintah.
“Hampir semua kebijakan yang dilakukan itu saling berhubungan. Kebijakan dari Pemerintah Pusat pasti berhubungan dengan Pemerintah Daerah. Demikian pula kebijakan PSBB pasti berkaitan dengan Kebijakan Kementerian Perhubungan dan lain-lainnya. Nah, ini yang saya lihat tidak sinkron,” tutur Dendy.
Dendy yang berprofesi sebagai advokat ini menyatakan, penerbitan Perpu penanganan pandemi Covid-19 juga terasa tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena itu, dia meminta pemerintah untuk mendengarkan masukan yang disampaikan masyarakat terkait berbagai persoalan yang dihadapi di tengah Covid-19 ini.
“Pemerintah, jangan tutup mata dan jangan tutup telinga dengan masukan dan kritikan. Mestinya didengar untuk memperbaiki langkah yang lebih baik,” ujarnya.
Dendy juga tidak setuju jika kondisi New Normal yang disampaikan pemerintah itu dengan istilah berdamai dengan virus Corona. Sebab, menurut dia, masyarakat tidak tahu yang dimaksud musuh itu apa dalam pandemic Covid-19.
“Kalau berdamai itu kan menurut Tan Malaka ya di luar. Prosesnya di luar, bukan di dalam sendiri. Intinya, kita tetap harus menghadapi situasi apapun, apalagi pandemic Covid-19, semua pihak harus siapkan diri dan beraktivitas agar kembali normal, dengan tetap menjaga kesehatan, dan melindungi diri dari sebaran Covid-19,” ujarnya.
Dendy juga melihat, sikap dan perilaku masyarakat mengenai kebijakan dan pembagian-pembagian bansos, kok seperti masa Pilres. Bentrok opini dan bentrok komunikasi sering terjadi di media sosial. Hal itu kontraproduktif dengan upaya bersama untuk mengatasi pandemi Covid-19.
“Ini bukan Pilpres. Bukan kampanye-kampanye politik. Stoplah buzzer-buzzer yang malah membuat bentrok-bentrok pemahaman masyarakat itu. Kita sedang hadapi pandemi Covid-19 kok,” tandas Dendy.
Ketua Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (PERADAH) DKI Jakarta, Novri menekankan perlunya gotong royong dalam mengatasi persoalan Covid-19.
“Indonesia sudah memiliki gotong royong, dan itu yang harusnya juga dilakukan dalam mengatasi persoalan bersama,” ujarnya.
Misalnya, lanjut Novri, Pemerintah bisa melakukan gotong royong hingga ke tingkat Rukun Tetangga (RT), sebagai perangkat pemerintahan, dalam mengatasi persoalan yang sedang terjadi.
“Yang paling lengkap perangkatnya sampai ke bawah ya Pemerintah sendiri. Sampai ke RW dan RT. Mengapa pemerintah tidak mengajak para Ketua RT untuk menanggulangi di tingkat warga? Seharusnya tidak perlu ada kisruh soal bantuan-bantuan sosial itu jika RT sudah sejalan dan diajak oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerahnya masing-masing,” ujar Novri.
Sedangkan, Ketua Generasi Muda Buddhis Indonesia (GEMABUDHI) DKI Jakarta Aldo Irawan menekankan perlunya aksi-aksi sosial bagi masyarakat. Aksi-aksi nyata untuk menanggulangi persoalan yang ditimbulkan Covid-19.
“Kita juga perlu mendapat informasi dan perbandingan kondisi masyarakat kita di daerah-daerah. Mereka memerlukan aksi-aksi sosial,” ujar Aldo.
Aldo menyatakan, pemerintah menjadi ujung tombak harus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melakukan aksi-aksi sosial langsung kepada masyarakat itu sendiri. “Itu yang kita lakukan sebelum-sebelumnya,” tuturnya.
Ketua Pemuda Agama Konghucu Indonesia (PAKIN) DKI Jakarta Julius Sutawijaya mengkritisi ketidakmampuan perangkat Pemerintah dan aparatur Negara dalam menangani pandemi Covid-19.
“Agak aneh saja misalnya jika ada aparatur ataupun Polisi mengharapkan imbalan atau anggaran dari Pemerintah Daerah baru mau menangani persoalan ini. Aparatur Negara kan sudah tugas dan kewajibannya melayani masyarakat. Sudah disumpah untuk mengabdi bagi kepentingan masyarakat. Anggaran mereka pun sudah ada untuk melayani mayarakat. Kok ada yang minta anggaran dulu baru bergerak?” cetusnya.
Julius mengatakan, bukan hanya masyarakat saja yang sedang kesusahan, pemerintah juga mengalami kesulitan dan beban berat karena pandemi Covid-19 ini.
“Karena itu, terlalu berharap dengan pemerintah pun takut kecewa. Kita juga mesti mengurus diri masing-masing, mengurus umat masing-masing. Sehingga, beban pemerintah dapat berkurang. Sebab kita tahu kemampuan pemerintah seperti apa,” ujarnya.
Diakhir diskusi, host Lulu Luciana Dita menambahkan, peran perempuan perlu digalang untuk turut membantu penanganan Covid-19. Menurut Lulu, tenaga medis saat ini sebanyak 70 persen adalah bidan atau perawat, yang merupakan kaum perempuan. Demikian pula dokter, seimbang jumlahnya dokter perempuan dengan dokter laki-laki.
“Bahkan sampai di rumah tangga, peran perempuan, kaum ibu sangat sentral untuk berperan. Saya kira, ini perlu juga menjadi perhatian bersama, agar keterlibatan kaum perempuan mengatasi pandemi Covid-19 ini juga diprioritaskan,” tutur Lulu.
Diskusi Webinar Gerakan Solidaritas Kemanusiaan Lintas OKP DKI Jakarta, dengan tema Era Baru: Adaptasi & Bersatu Mengahadapi Covid-19 diakhiri dengan doa bersama bagi keselamatan bangsa dan Negara Indonesia menghadapi pandemi Covid-19. Doa dipimpin oleh Ketua Pemuda Agama Konghucu Indonesia (PAKIN) DKI Jakarta Julius Sutawijaya.RAP
Kasat Narkoba Polres Simalungun Turun Gunung Tangkap Bandar Sabu di Kecamatan Bandar
Simalungun/CentraljNews.Com Pasca Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024, Polres Simalungun menunjukkan komitmennya dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Hal...
Read more