Ketua Pergerakan Pemuda Islam Bangkalan (PPIB) Madura, Abdullah Amas mengkhawatirkan adanya gerakan sekelompok muda untuk menutup Jembatan Suramadu, bila pendatang masih saja longgar masuk ke Madura lewat Suramadu.
Menurut dia, rencana itu bisa dilakukan melihat kondisi penanganan dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Jawa Timur yang lembek terhadap pemutusan mata rantai penyebaran pandemic Virus Corona atau Covid-19.
“Kalau yang masuk ke Bangkalan longgar, saya khawatir ada sekelompok orang mau bikin aksi menutup Suramadu,” ungkap Abdullah Amas, Senin (25/05/2020).
Dia menyampaikan, aparat penegak hukum dan pemerintah mesti tegas menerapkan pengetatan PSBB ke Suramadu. Seperti, polisi sebaiknya memperbolehkan demo atau aksi unju rasa yang tak sampai lima orang.
“Kalau lebih dari lima orang, angkut saja. Saya kira kalau boleh demo empat orang, bakal ada tuh. Kita jengkel juga, masa sih orang masuk kota lain dipersulit, sedang orang luar masuk ke Madura gampang bener,” cetus Amas.
Menurutnya, desakan memblokir atau menutup Suramadu akan diawali dengan gerakan yang dikembangkan dalam wacana publik.
“Kalau misalkan boleh demo empat orang, saya kira bakal ada yang bergerak tuh,” tandasnya.
Dia juga mengungkapkan, memang rasanya prihatin ketika Perayaan Idul Fitri 1441 H kemarin yang dirasa tak seperti sediakala. Malam takbiran tidak diperbolehkan karena adanya Covid-19.
Selain itu, Amas juga meminta perlunya perhatian bersama terhadap Gerakan Melawan Corona. Indonesia, lanjutnya, masih mengalami penyebaran Covid-19 yang sangat tinggi.
Acara silaturahmi di masa Hari Raya Lebaran memang sesuatu yang perlu dibatasi, jika ingin selamat dari penyebaran pandemi.
Di Negara lain, lanjutnya, sudah mulai bangkit dari kondisi mengerikan karena Covid-19. Kok di Indonesia hal itu tidak dijadikan pertimbangan. Malah PSBB berlangsung seperti tak pernah ada pandemi Covid-19.
“Kita mengerti betul, susah menjelaskan kepada pihak yang ada untuk tidak dulu melakukan kunjungan atau pulang kampung dikarenakan jarak rumahnya dengan rumah orang tua atau rumah saudaranya dekat. Kabar buruk juga, dimana Rumah Sakit sudah kewalahan dan sebagian perawatnya sudah menggelorakan Indonesia Terserah,” tandas Amas.
Seruan dari berbagai Tokoh Agama, seperti Abdullah Gymnastiar, Dien Syamsuddin dan lain-lain, kata dia, telah disuarakan. Namun melihat pemandangan yang ada, nampaknya tidak signifikan bagi penghentian virus covid-19 yang akan memasuki letupan gelombang ke dua.
“Virus Corona masih menjadi ancaman berat ke depan. Dan kita tidak tahu sampai kapan akan selesai,” imbuhnya.
Amas mengatakan, saat ini, dengan masih lemahnya kesadaran masyarakat, dan juga kurang tegasnya pemerintah, harapan memutus mata rantai pandemi Covid-19 jauh dari harapan.
“Kita tidak tahu apakah perlu ada puncak gelombang kedua atau kematian dimana-mana dulu baru gerakan di rumah saja akan terjadi. Atau, kita memasuki era new normal dengan temuan gaya hidup baru. Yang tema seperti ini susah dilakukan oleh kultur masyarakat kita,” lanjutnya.
Dia menambahkan, Indonesia memasuki situasi dimana krisis ini akan berkembang menjadi krisis sosial, krisis ekonomi maupun krisis peradaban dalam skala besar. Dan arahnya secara kolektif benar-benar gamang.
“Dikhawatirkan akan banyak gelombang maut besar kedepan yang tak terhindarkan. Tak ada harapan, kita lemah secara kolektif. Lemah, rapuh dan tertatih-tatih menuju era Siapa Kuat Dia Selamat. Tak terhindarkan, seperti tak terhindarinya saya dari berbagai suara petasan yang masih saja ada orang bermain di era pandemi global ini,” ujarnya.RAP
Kawan Militan KAMI GIBRAN Siantar-Simalungun Dikukuhkan
Siantar/CentraljNews.Com Kawan Militan KAMI GIBRAN Siantar-Simalungun resmi dikukuhkan oleh Ketua KAMI GIBRAN Provinsi Sumatera Utara H. Syafrizal Harahap melalui Fauzan...
Read more