Solidaritas Perempuan mengecam pernyataan pejabat public yang menganalogikan Virus Corona atau Covid-19 sebagai isteri.
Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Dinda Nisa Yura menyampaikan, pernyataan seperti itu bukan hanya mencerminkan dangkalnya daya pikir pemerintah untuk memecahkan persoalan pandemi Covid-19, tetapi juga menunjukkan pola pikir seksis dan misoginis pejabat publik.
Bahkan pernyataan itu secara jelas mengandung kehendak untuk menguasai (control) isteri/perempuan. Tak hanya itu, menyamakan corona dengan perempuan atau isteri, juga menunjukan cara pikir patriarkis yang melihat perempuan sebagai objek, bukan sebagai subjek dan manusia secara utuh.
Perempuan dianggap sebagai liyan (the other), atau the second sex, sehingga memiliki kedudukan yang tidak setara dengan laki-laki, bahkan dianggap objek hak milik laki-laki.
“Lelucon yang menjadikan perempuan sebagai objek yang dianggap biasa, akan melanggengkan budaya kekerasan terhadap perempuan,” tutur Dinda Nisa Yura dalam siaran pers yang diterima redaksi, Rabu (27/05/2020).
Dinda melanjutkan, kecaman itu dialamatkan kepada pejabat publik Indonesia, yakni Menkopolhukam Mahfud MD. Menurutnya, cara pandang demikian jelas bertentangan dengan komitmen Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan sejak tahun 1984.
Secara mendasar, katanya, cara pandang tersebut sekaligus mengingkari eksistensi perempuan sebagai manusia yang setara dan berdaya.
Ketika seorang pejabat publik mengeluarkan pernyataan yang merendahkan perempuan, maka menjadi tantangan bagi perjuangan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, maupun upaya mendorong negara menghormati, memenuhi, dan melindungi hak-hak perempuan.
Jika dilihat lebih jauh, pernyataan yang disampaikan juga menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengontrol laju pandemi Covid-19.
Berbicara terkait perempuan dan corona, di beberapa negara, perempuan pemimpin justru lebih punya kapasitas mengatasi Covid. Sebagaimana dikutip di dalam artikel yang dimuat The Conversation, tindakan para perempuan pemimpin di Denmark, Finlandia, Jerman, Islandia, Selandia Baru, Norwegia, Islandia, Jerman, Taiwan, dan Selandia Baru dilihat sebagai bukti pendukung bahwa perempuan mengelola krisis lebih baik daripada rekan-rekan pria mereka.
Sebaliknya, ditegaskan Dinda, pernyataan Mahfud MD secara gamblang mengakui bahwa pemerintah gagal dan tidak mampu mengendalikan virus corona. Sehingga satu-satunya pilihan adalah menerima untuk hidup dengan virus tersebut. Atau, in easily you try to control it, then you realize that you can’t. Then, you learn to live with it.
“Di tengah angka pasien positif Covid-19 dan kematian yang terus meningkat, lelucon tersebut sangat tidak sensitif dan tidak bertanggung jawab. Kewajiban dan tanggung jawab negara adalah menjamin hak warga negara, termasuk hak hidup, hak atas rasa aman, dan hak atas kesehatan. Mengakui kegagalan dalam menontrol virus, dan meminta masyarakat untuk hidup bersama virus dengan risiko terpapar hingga kematian, sama dengan mempertontokan kegagalan negara sebagai sebuah lelucon di hadapan rakyat,” jelasnya.
Dinda menegaskan, kecaman Solidaritas Perempuan disampaikan untuk merespon pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Mekopolhukam) Mahfud MD dalam sambutannya di acara Halal bi Halal IKA UNS yang disiarkan di kanal Youtube Universitas Negeri Sebelas Maret, pada Selasa, 26 Mei 2020.
Berikut kutipan pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD itu. “Saya kemarin mendapat meme dari Pak Luhut (Menko Kemaritiman) itu begini, ‘Corona is like your wife. In easily you try to control it, then you realize that you can’t. Then, you learn to live with it’”.Ra5N
Kapolres Pimpin Upacara Kirab Api PON XXI Aceh-Sumut 2024, Disambut Meriah di Kabupaten Simalungun
Simalungun/CentraljNews.Com Kirab Api Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024 resmi tiba di Kabupaten Simalungun, Senin (2/9/2024). Prosesi penyambutan berlangsung...
Read more