Sebanyak 5 tahanan polisi Papua (Tapol Papua) telah dibebaskan dari penjara. Pembebasan terhadap kelima tahanan yang terdiri dari Surya Anta, Ambrosius Mulait, Dano Tabuni, Charles Kossay dan Ariana Lokbere itu dilakukan Kamis 28 Mei 2020.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan kelima tapol Papua itu bersalah melakukan makar terhadap Negara, dan melanggar pasal 106 KUHP.
Tim Advokat Papua, Michael Hilman menyampaikan, kelima Tapol Papua itu dibebaskan setelah menjalani 9 bulan vonis hukuman penjara.
Mike Hilman menyampaikan dalam pembelaan di persidangan, fakta-fakta persidangan membuktikan saat kejadian kelima Tapol Papua sedang menyampaikan pendapat di muka umum atas insiden peristiwa rasisme mahasiswa di Surabaya.
Tidak ada niat untuk melakukan makar, tidak ada perbuatan menyerang Kepala Negara, tidak ada peristiwa kekerasan apapun, namun putusan hakim tidak mempertimbangkan pada fakta persidangan.
“Kami kecewa dengan putusan Majelis Hakim. Namun di tengah situasi pandemi Covid-19 kami berdiskusi dengan Tapol, keluarga, penasihat hukum kemudian memutuskan untuk saat ini tidak melakukan upaya hukum. Kita memikirkan kesehatan dan keselamatan semua pihak yang terlibat membantu menangani kasus ini,” tutur Mike Hilman, dalam keterangan pers, yang diterima redaksi, Senin (01/06/2020).
Setelah bebas, lanjutnya, kelima tapol tetap memiliki komitmen untuk menyuarakan permasalahan yang terjadi di tanah Papua. Ini adalah harga yang mahal yang harus ditebus demi terwujudnya keadilan bagi Rakyat Papua.
Kelima Tapol Papua memberikan dukungan moril kepada para Tapol Papua lainnya yang masih menjalani persidangan atau yang sedang menjalani proses hukuman di berbagai penjara agar tetap kuat menghadapi proses hukum.
“Mereka tidak melakukan kejahatan dan bukan sebagai penjahat,” ujar Mike.
Kriminalisasi yang terjadi kepada aktivis-aktivis Papua yang menyuarakan permasalahan Papua menggunakan pasal makar, UU ITE dan pasal pidana lainnya. Hal itu menurut Mike, adalah bagian era kemunduran demokrasi dan komitmen pemajuan HAM.
Setelah peristiwa rasisme mahasiswa Papua di Surabaya, tercatat ada 57 orang tahanan politik Papua tersebar di tujuh kota harus menjalani proses hukum.
“Sejak lama, pendekatan hukum digunakan namun tidak akan efektif untuk menyelesaikan konflik dan permasalahan hak-hak orang Papua,” ujarnya.
Dia mendesak Pemerintah harus segera menghentikan segala upaya kriminalisasi terhadap aktivis pro demokrasi yang menyuarakan pendapatnya. Menghentikan sikap represif dan diskriminatif rasial terhadap orang Papua.
“Pemerintah harus berani bertatap muka dengan para aktivis papua untuk mengetahui kehendak suara orang Papua,” cetusnya.
Mike juga menyampaikan, para Tapol Papua mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dan memberikan dukungan moral.
“Hal ini sebagai energi baru bagi kami melanjutkan perjuangan, khususnya bagi Rakyat Papua,”pungkasnya.RAP