Pemerintah diingatkan, penghapusan Kitab Suci Injil berbahasa Minang dari Play Store akan menjadi preseden buruk bagi penghormatan prinsip kebhinnekaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal itu ditegaskan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kota Bogor (DPD PSI Kota Bogor) Sugeng Teguh Santoso menyikapi adanya praktik sentiment ketidaksukaan pihak tertentu terhadap adanya Kitab Suci Injil berbahasa Minang.
Menurut Sugeng Teguh Santoso, Negara melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), kembali menunjukkan sikap ketidakberdayaan dengan mengakomodir permintaan Gubernur Sumatera Barat, Irawan Prayitno. Yang meminta agar aplikasi Kitab Suci Injil berbahasa Minang, yang ada di layanan distribusi digital play store untuk dihapus. Kini, aplikasi Kitab Suci Injil berbahasa Minang itu sudah di-take down dari play store.
Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini menyebutkan, setidaknya ada 2 klaim Gubernur Sumbar meminta Kemenkominfo menghapus aplikasi Kitab Suci Injil berbahasa Minang itu.
Pertama, masyarakat Minangkabau sangat keberatan dan resah dengan aplikasi tersebut. Kedua, aplikasi tersebut sangat bertolak belakang dengan adat dan budaya masyarakat Minangkabau yang memiliki Falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Klaim sosiologis dan kultural atau kearifan lokal yang dikemukakan oleh Gubernur Sumbar itu, menurut Sugeng Teguh Santoso, belum tentu mewakili pandangan masyarakat Minangkabau secara keseluruhan.
“Lagi pula, aplikasi Kitab Suci Injiberbahasa Minang itu, tidak serta merta memaksa pembacanya mengubah agama atau kepercayaannya,” ujar Sugeng Teguh Santoso, Senin (08/06/2020).
Hal ini mengingat, hak atas kebebasan beragama dan berkepercayaan adalah hak asasi manusia, dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945.
Pada saat yang sama, lanjut Sugeng, klaim Gubernur Sumbar ini, terkesan mempertentangkan antara kearifan lokal dengan prinsip-prinsip dasar bernegara. Sebagaimana tertuang dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Padahal, seharuanya tidak. Bahkan, Pasal 18 B ayat 2 UUD Tahun 1945 mengatur bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
“Oleh karena itu, tindakan penghapusan aplikasi Injil berbahasa Minang itu, akan menjadi preseden buruk bagi penghormatan nilai-nilai kebhinekaan di Indonesia. Apalagi belum adanya keputusan hukum apapun yang menyatakan bahwa aplikasi Injil berbahasa Minang melanggar atau bertentangan dengan konstitusi dan peraturan lainnya. Justru sebaliknya, aplikasi itu dapat dilihat sebagai inovasi dan memperkaya pengetahuan kita,” tutur Sugeng Teguh Santoso.
Oleh karena itu, Sugeng Teguh Santoso menegaskan, Dewan Perwakilan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kota Bogor (DPD PSI Kota Bogor) mengecam tindakan penghapusan aplikasi Kitab Suci Injil berbahasa Minang. Karena dapat menjadi preseden buruk bagi kebhinekaan dalam bingkai NKRI.
“Kami meminta agar aplikasi Kitab Suci Injil berbahasa Minang itu dipulihkan kembali,” tandas Sugeng Teguh Santoso.RAP