Ratusan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu (GMJB) menggeruduk kantor Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim di Jakarta, Senin (22/06/2020).
Para peserta aksi adalah mahasiswa yang terdiri dari Kelompok Cipayung, yakni Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Satuan Pelajar Mahasiswa Pemuda Pancasila (Satma PP), SEMMI Jakarta Pusat, BEM Universitas Mercubuana, BEM FH UBK, BEM UNKRIS, JONG MACA, Aliansi Mahasiswa UIC, GPPB DKI Jakarta, BEM UBM, BEM UNINDRA, Aliansi Mahasiswa UNAS.
Peserta aksi menggelar orasi-orasi meminta Mendikbud Nadiem Makarim menghentikan komersialisasi pendidikan. Selain itu, aksi bakar ban bekas juga dilakukan di depan kantor Kemendikbud.
Salah seorang juru bicara Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu (GMJB) yaitu Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta) Gorga Donny Manurung menyampaikan, dunia pendidikan Indonesia yang terimbas pandemik Covid-19, malah dimanfaatkan oleh elit untuk meraup keuntungan pribadi. Dengan cara menaikkan biaya kuliah dan biaya pendidikan secara gila-gilaan.
“Kami dari Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu (GMJB) melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meminta, stop komersialisasi dan liberalisasi dunia pendidikan,” tutur Gorga Donny Manurung.
Para mahasiswa juga pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuat regulasi berupa potongan biaya pendidikan sebesar 50% ditengah masa pandemi Covid-19. “Potong biaya pendidikan sebesar 50 persen. Dan hentikan intimidasi dan kriminalisasi terhadap mahasiswa,” lanjutnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga diminta transparan dalam menerapkan Statuta Perguruan Tinggi berdasarkan Undang-Undang No 12 Tahun 2012 Pasal 78. “Kembalikan pendidikan yang membebaskan bukan yang menindas. Kami mengecam seluruh pihak yang memanfaatkan situasi dan kondisi hari ini untuk kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan,” tandasnya.
Selama pandemi Covid-19 menerpa Indonesia, Pemerintah membuat kebijakan untuk meliburkan sekolah, dari tingkat bawah sampai ke Universitas. Dengan mengganti proses belajar mengajar menjadi secara online.
Namun, lanjut Donny, kebijakan ini tidak menyentuh persoalan biaya pendidikan selama proses belajar secara online. Terutama perguruan tinggi swasta.
“Tentu saja hal ini menjadi sorotan kami. Sebab kami mengkaji secara komperehensif, jika proses belajar mengajar dilakukan online semestinya pemerintah juga memperhatikan persoalan biaya yang harus dibayar. Karena para pelajar dan mahasiswa tidak menggunakan fasilitas kampus secara normal,” jelasnya.
Donny mengungkapkan, mahalnya biaya pendidikan di masa pandemi Covid-19 ini, juga telah menuai protes di sejumlah mahasiswa di sejumlah Perguruan Tinggi di Indonesia, termasuk kampus-kampus Negeri. Sayangnya, protes mahasiswa yang meminta keringanan biaya malah disambut represif oleh pihak kampus.
“Kami meminta Mendikbud memberikan teguran dan sanksi kepada Universitas yang represif dan anti kritik terhadap mahasiswa,” ujarnya. Para mahasiswa juga menyampaikan kepada Mendikbud Nadiem Makarim untuk tidak menjadikan dunia pendidikan sebagai ladang komersialisasi.
“Sebab kita semua tahu, background Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini adalah seorang pengusaha yang bergerak di bidang teknologi dan jasa,” tandasnya.
Aksi unjuk rasa berlangsung tertib. Dan mahasiswa berjanji akan turun ke jalan dalam jumlah yang lebih besar, jika tidak ada upaya serius dari Mendikbud Nadiem Makarim untuk mendengarkan protes mahasiswa itu.RAP