Penerapan Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta dianggap telah menimbulkan pembangkangan dan penghinaan terhadap profesi guru yang mendidik anak murid di Provinsi DKI Jakarta.
Hal itu ditegaskan Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi) Timboel Siregar melihat tetap dilaksanakannya kebijakan pembatasan usia bagi calon anak murid di sekolah negeri di DKI Jakarta.
“Ketidakpercayaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada nilai-nilai rapor yang diberikan guru kepada para murid adalah penghinaan nyata Pemprov DKI kepada para guru. Para guru sudah bekerja keras menilai para muridnya, tetapi tidak dipercaya oleh Pemda DKI. Semoga para guru tetap tabah, walaupun Ibu dan Bapak Guru tidak dihargai oleh Pemprov DKI Jakarta,” tutur Timboel Siregar, Minggu (28/06/2020).
Timboel Siregar yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch itu menyampaikan, protes para orang tua murid di DKI Jakarta wajar terjadi dengan kebijakan Dinas Pendidikan yang menetapkan usia sebagai ukuran menerima murid di Sekolah Negeri.
“Alasannya hanya usia yang tidak bisa diintervensi. Sehingga usia yang obyektif untuk ukuran menerima siswa di sekolah negeri. Semakin tua usia, semakin diprioritaskan diterima di Sekolah Negeri,” ungkap Timboel Siregar.
Sementara, lanjutnya, nilai rapor yang selama ini sudah diperjuangkan para murid tidak menjadi ukuran. Kalau dari argumen Pejabat Dinas Pendidikan tersebut, lanjut Timboel, justru pendekatan awal yang dibuat Pemprov DKI Jakarta itu adalah wujud ketidak percayaan Pemprov DKI Jakarta kepada para guru dan sekolah yang sudah mendidik dan memberi nilai kepada para muridnya.
“Sehingga nilai tidak menjadi ukuran penerimaan siswa di Sekolah Negeri,” ujarnya.
Dengan begitu, kata dia lagi, jikalau Pemprov DKI saja tidak percaya pada nilai-nilai yang diterima para siswa dari guru dan sekolahnya, maka tidak perlulah ada penilaian dalam buku rapot.
“Ya buat apa ada proses penilaian di raport yang setiap tahun diberikan. Lakukan saja proses pengajaran tanpa penilaian, sehingga logika ketidak percayaan Pemprov DKI menjadi benar,” tantangnya.
Sementara itu, Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta menuai berbagai reaksi karena adanya prioritas bagi siswa yang berusia lebih tua. Dengan mekanisme jalur zonasi, ada yang menilai bahwa seharusnya seleksi dilakukan berdasarkan jarak.
Namun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana menegaskan, PPDB DKI tetap akan memakai seleksi umur. Nahdiana menjelaskan, tempat tinggal atau domisili calon peserta didik harus berada dalam zona yang telah ditetapkan pada Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.
Jika jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung maka selanjutnya dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Nahdiana menegaskan, PPDB tahun ajaran 2020/2021 tetap akan dilanjutkan dengan syarat sesuai dalam SK Kepala Dinas Pendidikan Nomor 501 Tahun 2020.
Pihaknya ngotot tak akan mengubah aturan, meski sebelumnya diprotes orangtua calon siswa karena jalur zonasi memprioritaskan usia dibanding jarak.
Ia menyebutkan, PPDB baru akan dievaluasi setelah proses penerimaan tahun ini selesai. Hal itu diungkapkan Nahdiana setelah menggelar rapat dengan Komisi E, orangtua murid, Dinas Pendidikan DKI di Gedung DPRD DKI Jakarta.
“Untung kami sudah menjadwalkan. Dinas Pendidikan itu membawahi seluruh anak-anak. Jadi kami akan lanjut dengan proses besok hari. Nanti akan dilakukan evaluasi setelah proses ini selesai,” ucap Nahdiana dalam rekaman yang diterima dari Humas DPRD DKI, Rabu (24/6/2020) malam.
Menurut Nahdiana, proses PPDB tahun ini tetap disesuaikan dengan petunjuk teknis (juknis) yang sudah ada. Ia yakin dalam petunjuk teknis (juknis) yang sudah ditetapkan Disdik DKI tahun ini telah sesuai dengan keperluan.
“Dengan sistem ini kami menyatakan ini mengakomodir seluruh lapisan. Karena Anda tadi sudah lihat bahwa ada jalur afirmasi, zonasi, prestasi, dan secara persentase semua,” kata dia.
Nahdiana pun mengungkapkan bahwa syarat usia digunakan karena mutlak dan tidak bisa diintervensi. Sedangkan kalau nilai tergantung pada siapa yang mendapatkan pembelajaran lebih baik.
“Kami memakai usia ini karena memang usia ini variabel yang netral yang enggak bisa diintervensi apapun. Kalau misalkan nilai, berarti siapa yang di-treat baik, siapa yang dilakukan proses itu baik, merekalah yang akan leading,” tuturnya.RP