Pekanbaru/CentraljNews.com
Entah siapa yang salah dalam kasus seperti yang menimpa Keluarga Safri Sibagariang. Pria yang membuka usaha jual beli barang rongsokan di Jalan Arengka 2, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru, Riau mencurahkan isi hatinya karena istrinya bernama Mewariska Boru Manullang bersama 4 anak mereka digelandang anggota Kepolisian dari Polsek Minas, Siak ke dalam sel tahanan.
Safri Sibagariang menceritakan, istrinya Mewariska Boru Manullang menjadi korban pemaksaan dan dugaan kriminalisasi. Polisi menuduh Mewariska menadah barang curian, berupa tembaga rongsokan yang dijual oleh seseorang yang tidak dikenalnya.
Safri Sibagariang menuturkan, pada tanggal 18 Oktober 2019 lalu, sekitar jam 10.00 wib, dua orang pria dengan mengendarai sepeda motor mendatangi tempat usaha mereka di Jalan Arengka 2, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru.
Ternyata, kedua orang yang tidak dikenal itu hendak menjual tembaga rongsokan. Kedua penjual itu menanyakan harga tembaga per kilogramnya. “Saya menjawab, harga sekarang Rp 62 ribu per kilogram,” ujar Safri Sibagariang, lewat media sosial Facebook miliknya.
Setelah bernegosiasi harga dan sepakat, tembaga tersebut ditimbang oleh pekerja Safri di tempat usahanya itu. Berat tembaga yang dibeli itu 16 Kilogram. “Lalu, anggota saya melapor ke Isteri saya, dan membayar barang tersebut,” ujar Safri Sibagariang.
Satu jam berselang, yakni sekitar pukul 11.00 wib itu juga, 4 orang pria yang mengaku anggota Polisi dari Polsek Minas juga tiba di tempat usahanya Safri. Anggota Polisi bertanya kepada Safri tentang orang yang menjual tembaga. “Ada orang yang menjual tembaga kesini? tanya mereka. Dan Polisi itu langsung melihat goni yang berisikan tembaga sebesar 16 kilogram itu. Karena memang barang itu terletak di tempat yang terang, bukan di tempat tersembunyi,” jelasnya.
“Selanjutnya Polisi itu bertanya, Siapa yang jual ini? Istriku menjawab, tidak kenal. Tahu ini barang siapa? Istriku menjawab, saya tidak tahu barang itu barang siapa. Karena usaha saya membeli barang rongsokan maka saya beli tembaga tersebut. Dan tembaga tersebut sudah dibakar, sudah tidak bisa dipakai lagi makanya saya beli,” terangnya.
Kemudian, Polisi memperlihatkan foto orang di Handphone milik polisi. Dan bertanya, apakah mengenal orang yang ada di dalam foto tersebut. Seorang pekerja yang menimbang tembaga menjawab, orang yang ada di foto tersebut adalah orang yang menjual tembaga tadi.
“Ini orang yang menjual tembaga tadi,” jawab pekerja.
Setelah mendengar jawaban itu, Polisi langsung meminta pertanggungjawaban kepada pihak keluarga Safri Sibagariang. Polisi meminta, agar bersama-sama mencari dua orang penjual tembaga yang sudah melarikan diri itu.
“Dan kami berhasil menangkap seorang penjualnya. Sedangkan satu orang lagi berhasil lolos. Karena informasi, hari itu juga anggota saya di bawa ke Kantor Polsek Minas untuk dimintai keterangan,” tutur Safri. Keesokan harinya, Mewariska Boru Manullang istrinya Safri Sibagariang juga dimintai keterangan oleh anggota Polsek Minas.
“Dan esok harinya, istriku juga dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Dan lanjut ke persidangan. Setelah putusan sidang. Tersangka Albert alias Robet dijatuhi hukuman sebagai penadah. Dengan hukuman 1 Tahun penjara. Istri saya sebagai saksi saja,” beber Safri Sibagariang.
Anehnya, dia melanjutkan, setelah 6 bulan berlalu, pada tanggal 3 Juni 2020, Polisi datang mengantar Surat Panggilan ke Safri Sibagariang untuk segera menghadap Polsek Minas. Pada tanggal 4 Juni 2020 akan dimintai keterangan sebagai Saksi. “Istri saya tidak bisa hadir ke kantor Polsek Minas pada 4 Juni 2020, karena saya sebagai Suaminya sedang tidak berada di rumah karena saya sedang ke luar kota,” jelas Safri.
Keanehan semakin menjadi-jadi dilakukan oleh Polisi. Sebab, pada malam harinya Polisi kembali datang ke rumah Safri Sibagariang dan menangkap Mewariska Boru Manullang bersama 4 orang anaknya. Penangkapan malam itu tanpa Surat Perintah Penangkapan.
“Malam itu juga Polisi langsung datang untuk menangkap istri saya. Tanpa Surat Penangkapan. Dan Polisi memaksa istri saya harus ikut ke Kantor Polisi. Istri saya berupaya untuk menolak karena sudah malam dan anak saya tidak ada yang menjaga,” ungkap Safri Sibagariang.
Namun anggota Polisi yang datang malam itu tetap memaksa. Polisi tetap ngotot dan membawa istri serta anak-anak yang masih kecil ke kantor polisi.
“Sampai satu malam anak istriku dimasukkan di ruangan kosong dan gelap. Dan besok paginya, saya dikasih Surat Penangkapan dan sekaligus Surat Penahanan oleh Polisi. Setelah istriku dipaksa untuk menandatangani dan langsung membawa ke Polres Siak,” tutur Safri.
“Dan yang paling membingungkan saya, Setelah 20 hari ditahan, saya ditelepon Polisi untuk menjemput Surat Perpanjangan Penahanan Istri saya. Saya jemput surat tersebut. Dan setelah sampai di rumah saya baca surat tersebut. Di Surat itu ada tandatangan istri saya,” ujarnya.
Kemudian keesokan harinya. “Besoknya, saya langsung berupaya menghubungi istri saya ke dalam sel tahanan untuk menanyakan apakah benar istri saya menandatangani Surat Perpanjangan Penahanan? Aku terkejut sebab menurut istriku, dia tidak pernah diminta untuk menandatangani surat. Dan tidak pernah diberikan surat apapun. Sejak istriku ditahan di Polres Siak, sampai sekarang istriku tidak pernah ditanya Polisi tentang apa masalahnya sehingga dia ditahan. Istriku sudah 43 hari di dalam sel tahanan Polisi,” ungkapnya.
Safri Sibagariang mengatakan dirinya juga sudah mengupayakan langkah hukum dengan mengajukan Praperadilan atas penahanan yang dilakukan Polisi kepada istrinya.
Permohonan Praperadilan itu sudah diterima oleh Pengadilan Negeri Siak. Waktu dan tanggal Sidang Praperadilan pun sudah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Siak.
“Namun, pihak Polsek Minas tidak menghadiri Sidang Praperadilan tersebut. Sidang pun ditunda. Itulah masalah yang kuhadapi sekarang. Tolong teman-teman yang ada diseluruh Indonesia, yang mengerti hukum mohon berikan petunjuk, bantuan dan solusinya,” tandas Safri Sibagariang.RP