Jakarta/CentraljNews.com
Harapan memutus mata rantai penyebaran virus corona atau Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas) telah dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, dengan cara melakukan asimilasi kepada para terpidana dan tahanan.
Sayangnya, pemutusan mata rantai pandemi Covid-19 itu ternyata tidak sejalan dengan memutus mata rantai peredaran narkotika di lapas-lapas.
Hingga saat ini, praktik jual beli narkotika dan juga bandar narkoba masih marak di lapas-lapas. Bahkan, kini semakin ditimpali lagi dengan maraknya pungutan liar alias pungli.
Koordinator Barisan Muda Jakarta (BMJ) Adi Putera mengungkapkan, di salah satu lapas terbesar di Indonesia, Lapas dan Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, di Jakarta Timur, praktik pungli dan praktik kejahatan narkotika kian merajalela.
Begitu juga di Lapas Narkotika Pematang Raya Kabupaten Simalungun masih banyak praktik-praktik kejahatan narkotika yang kian merajalela. Pemberitaan ini makin mencuat akhir-akhir ini di berbagai media yang menyebutkan “Marak Peredaran Sabu, Diduga Oknum Pegawai Lapas di Lapas Narkotika Pematang Raya Terlibat”. Berita ini lagi marak disiantar-simalungun.
Meski sudah sangat sering diingatkan, bahkan digeruduk, perilaku jahat tersebut tak kunjung surut.
“Karena itu, kami mendesak Bapak Menkumham Yasonna H Laoly, Dirjen Permasyarakatan dan jajarannya, agar segera mencopot Kepala Lapas Cipinang dan Kepala Lapas Narkotika Pematang Raya Kabupaten Simalungun karena membiarkan praktik pungli dan dugaan peredaran narkotika,” tutur Adi Putera, dalam siaran persnya, Rabu (22/7/2020).
Jika kondisi seperti itu terus menerus tidak ditindak tegas, lanjutnya, maka pimpinan tertinggi, yakni Dirjen PAS dan bahkan Menkumham sendiri harus mundur dari jabatannya.
“Jika Menteri Hukum dan HAM diam dan tidak tegas terkait ini, maka desakan akan kami sampaikan kepada Presiden Jokowi untuk melakukan perombakan besar dalam Reformasi Lapas, dan meminta Menteri Yasonna Laoly dipecat,” tandasnya.
Saat ini, lanjutnya, perlu upaya yang sangat serius untuk memerangi dan memberantas pungli dan peredaran narkotika di Lapas Cipinang dan Lapas Narkotika Raya Kabupaten Simalungun.
“Kami mendesak BNN untuk segera melakukan sidak dan tes urin massal di Lapas Cipinang, Lapas Narkotika Raya dan lapas-lapas lainnya. Sebagai tindak lanjut pembuktian bahwa adanya peredaran Narkoba hampir di semua Lapas,” cetus Adi Putera.
Dia mengingatkan, lapas harus dibina dengan baik sesuai visi dan misinya. Serta menjunjung tinggi keadilan, agar lapas tidak lagi dijadikan lahan bisnis bagi bandar narkotika.
Padahal, katanya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sendiri mengakui jumlah pecandu narkotika yang ditahan di lapas di berbagai daerah di Indonesia kian membengkak.
“Terkhusus Narapidana Narkotika telah kita ketahui bersama adalah suatu kejahatan yang bersifat jaringan dan Extraordinary Crime. Sehingga tertangkapnya para pemakai ataupun pengedar narkoba tak berarti peredaran narkoba telah di minimalisir. Malah, peredaran yang semakin marak akibat kelonggaran kebijakan. Dan banyaknya oknum di lapas dan rutan yang ikut serta dalam praktik kotor ini,” bebernya.
Sederhananya, kata dia, jika pihak lapas dan rutan melakukan sidak massif dan memperketat peraturan, maka peredaran narkoba bisa di minimalisir di rutan dan lapas.
“Nah, yang terjadi apa? Kalapas dan karutan tak melakukan apa-apa. Malah mereka turut bermain,” ujarnya.
Pungli dan peredaran narkotika, kata dia, malah menjadi wabah yang lebih bahaya dibanding wabah Covid-19 yang sedang mendera Indonesia.
Di Lapas Cipinang, lanjut Adi, dari tracking peredaran narkoba, ditemukan adanya, pengendalian peredaran Sabu Cair dengan menggunakan mainan anak. Kemudian, ada pengendalian peredaran narkoba yang ditemukan di Kapal Cepat Aceh Tamiang, pengendalian sebanyak 17 ribu gram sabu dan 17 ribu butir pil ekstasi pada tahun 2017.
Yang lebih miris lagi, lanjutnya, sejumlah regulasi seperti PP Nomor 32 tahun 1999 yang mewajibkan pemberian sabun mandi, shampo, pasta gigi dan sabun cuci, serta Permenkumham No 40 tahun 2017 yang mengatur standar makanan dalam siklus 10 hari Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah, snack dan makanan tambahan, semuanya tidak ada yang sesuai.
“Pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi itu tidak berjalan. Bahkan diduga kaki tangan dan juga keluarga dari Menkumham bersama kroni-kroninya yang main proyek makanan dan pengadaan-pengadaan di lapas-lapas. Itu harus ditindak tegas, ditangkap dan dipenjarakan,” bebernya.
Sedangkan pada PP No 32 tahun 1999 yang mewajibkan Pemberian Alas Tidur, Selimut, Bantal secara Gratis, pun tidak dilakukan.
Demikian juga pada regulasi PP No 32 tahun 1999 yang mewajibkan terselenggaranya Air Bersih untuk MCK per WBP per hari sebanyak 60 liter, itu omong kosong semua.
“Apakah dari sekian banyak peraturan sudah dijalankan? tidak,” jelasnya. Bahkan, pemberian pakaian Dinas di Lapas Cipinang bagi para WBP tidak terjadi. Malah mereka menggunakan pakaian sendiri.
“Selain tahanan pendamping, juga pakaian dalam yang diwajibkan oleh Lapas untuk diberikan kepada WBP, khususnya Perempuan belum ada sama sekali. Pemberian perlengkapan mandi dan cuci hanya diberikan pada awal WBP masuk saja. Sementara diwajibkan sekali sebulan. Kemana anggarannya Pak” tandas Adi.
Karena itu, selain praktik pungli, praktik peredaran narkoba, di lapas-lapas juga terjadi praktik dugaan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
“Sudah selayaknya Kalapas Cipinang, Kalapas Narkotika Pematang Raya, Dirjen PAS dan bahkan Menkumham Yasonna H Laoly dilengserkan. Mereka itu penjahat sesungguhnya yang bertopengkan sebagai pejabat,” pungkas Adi.JRP